<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d9640075\x26blogName\x3dthis+is+about+ME+and+me\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nanaworld.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nanaworld.blogspot.com/\x26vt\x3d-8684301165100716096', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, March 28, 2007

BATAS WAKTU KEHIDUPAN

Tadi pagi gw diingetin lagi tentang ketidakabadian kehidupan setelah terima kabar kalo bapaknya Astrid meninggal dunia di saat-saat menunggu operasi by pass jantung. Berfikir tentang batas waktu kehidupan kita di dunia, sejujurnya terkadang berasa very depressing. Banyak orang memberi nasihat bahwa orang beriman adalah orang yang tidak takut mati. Karena kematian itu pasti akan menghampiri.

Mungkin gw memang bukan orang beriman atau paling enggak tidak cukup beriman karena disaat gw berfikir tentang kematian selalu terselip rasa takut, dengan kadar yang berbeda-beda setiap saatnya. Bukan takut menghadapi saat-saat kematian itu datang tapi lebih kepada kegamangan tentang apa yang akan gw alami pada saat itu dan setelahnya. The circumstances of my death gitu deh intinya.

Dua minggu lalu, setelah menghadiri pemakaman salah seorang sepupunya, temen gw yang-namanya-tidak-usah-disebutkan itu tiba-tiba aja membuka topik pembicaraan yang sudah lama banget gak pernah kami singgung: KEMATIAN. Dari pembicaraan singkat itu sepertinya akhirnya kami berdua menempuh jalan yang sedikit berbeda. Gw jadi lebih banyak merenung dan dia memutuskan untuk segera memulai perjalanan ibadahnya.

Pertama, gw takut pada saat menghadapi kematian itu gw akan sendirian. Nggak akan ada orang yang paling gw cintai atau pasangan yang menemani dan memberi kekuatan buat menghadapi kematian.

Kedua, siapa yang akan ngurus jenazah gw? Bagus kalo misalnya masih ada saudara atau keluarga. Gimana kalau ternyata gw jauh dari keluarga dan memutuskan untuk tidak berpasangan dengan siapapun alias stay single for the rest of my life?

Ketiga, gw ngeri ngebayangin tubuh mati gw ditimbun dengan tanah. Gw ngebayangin betapa dingin dan sunyinya keadaan gw nantinya.

Keempat, apakah gw akan dsiksa? Apa yang harus gw adepin setelah jasad gw ditinggalin sendirian di dalam tanah?

Well.. mungkin untuk banyak orang apa yang gw fikirin tentang kematian adalah sesuatu yang stupid, silly, ugly, sallow, ato apapun itu. Tapi memang itulah yang sejujurnya gw bayangin tentang kematian. Dimana lagi gw bisa lebih jujur soal perenungan gw tentang kegamangan saat kematian selain di blog hehehe..

Apakah melakukan peningkatan jumlah ibadah akan membantu gw lebih bisa menghadapi kematian dengan graceful? Well.. untuk orang lain mungkin berhasil sih. Tapi rasanya nggak akan berlaku yang sama untuk gw, coz I hink I know what kind of person I am. Yang gw perluin adalah perubahan mind set tentang kematian.

OK, kematian adalah sebuah kepastian yang absolut. Setahu gw belum ada satu manusiapun yang berhasil menghindar dari kematian. Jadi seharusnya ini adalah proses yang harus gw yakini pasti akan terjadi suatu saat nanti.

Ketakutan pertama gw, betapa lonely-nya gw dalam menghadapi kematian seandainya gw tetep aja kayak sekarang yang menikmati staus lajang gw.
Hmm.. bukankah mati adalah urusan pengambilan nyawa antara gw dengan yang memberikan nyawa itu kepada gw? Emang ada hubungannya dengan orang lain? Rasanya gw terlalu banyak nonton film-film yang menggambarkan adegan kematian seseorang di pelukan kekasihnya. That is so romantic, lu mati ditangisi oleh orang yang mencintai lu abis-abisan. Seolah-olah dunianya runtuh melihat kematian lu :p
Bo.. phatetic banget gak sih pemikiran gw selama ini. Kalo udah urusan kematian kan all by myself ya. Teorinya, nggak akan ngaruh buat gw nanti apakah ada yang akan menangisi kematian gw ato enggak. Memang sih untuk memuaskan hasrat melankolis akan lebih baik kalau ada pihak2 yang menggenggam tangan gw selama proses keluarnya ruh dari jasad gw. Tapi bukannya itu secara teoritis nggak akan mempengaruhi proses kematian itu sendiri. Just for the shake of the drama aja kan? So Nana, jangan takut sendirian menghadapi kematian.

Kekutan kedua, rasanya lebih parah lagi huehehehe.. Mungkin kesannya aneh, tapi gw udah bikin perjanjian (dalam keadaan main-main sih tapi maksud sebenarnya serius banget) bahwa temen gw yang-namanya-tidak-usah-disebutkan itu akan datang dan mengurus jenazah gw, dimanapun gw mati. Tentunya sesuai dengan kesepakatan pengurusan yang sudah kami bicarakan berdua. Pastinya gw juga bakal melakukan hal yang sama kalau dia harus ninggalin gw duluan.

Ketakutan ketiga, bodoh banget deh kayaknya. Secara orang kalau udah mati kan nggak akan bisa ngerasain apa-apa ya. Emang gw bisa berasa kedinginan ditimbun tanah?
Tentang kesepian well..sekali lagi urusan hidup dan mati kan akan kembali pada indvidu itu sendiri sama yang memberi hidup dan kematian. Nggak bisa kan kita menyeret orang lain untuk mati n ceria bersama di akhirat sana? Lu kate ini film kartun? :p

Ketakutan keempat, err.. mungkin ini yang bikin banyak orang depresi dan ketakutan menghadapi kematian. Sebegitu banyaknya cerita dan ancaman disebarkan tentang siksaan setelah kematian membuat orang jadi takut mati. Gw khawatir kalo gw adalah termasuk jenis orang kayak gini, ngejalanin hidup dengan ragu-ragu karena takut apa yang akan gw hadapi nanti.

Gw bukan ahli agama, so mungkin aja cara gw berfikir salah menurut standar agamis. Sering gw denger ceramah dengan topik surga dan neraka. That was scary!! Kalo lu macem-macem selama hidup di dunia, lu bakalan kena siksa di neraka. Itu kan message yang ditonjolkan selama ini terutama untuk ceramah agama ke anak kecil? Bo.. kalo audience-nya adalah anak-anak kayak gw, kayaknya gedenya mreka akan jadi oran-orang yang takut mati. Soalnya secara tidak sengaja, underlying message yang disampaikan juga mengandung makna bahwa menghindari neraka itu sulit bo..
Padahal kalo kita mau simplify,inti dari mempersiapkan kehidupan setelah kematian adalah dengan mengisi hidup saat ini dengan menjadi manusia yang ’baik’. Iya nggak sih? That simple. Jadilah anak baik maka kamu akan baik juga di akhirnya nanti.

Gw sih udah salah didik dari awal. Secara gw selalu ditakutin dengan ajaran misalnya: nggak boleh boong, ntar di neraka mulutnya disetrika loh. Kalimat kayak gini kan bisa diterima secara harfiah oleh anak-anak bahwa mereka pasti akan masuk neraka. Secara ngomongnya ’ntar di neraka’ seolah sudah pasti mo ke sana.
Gw seneng ngeliat cara mendidik yang dilakukan salah seoran temen yang menurut gw akan bisa menghasilkan anak-anak yang positif memandang hidup nantinya, dengan memakai pendekatan positif bertingkah laku. Gw rasa anak-anaknya ntar kalo udah gede gak akan takut mati :p

So just be good! If you do mistakes, fix that immediately. Life is good just don’t be afraid coz everything will be alright. Dan katanya juga, orang baik banyak yang doain ;)

3 Comments:

Anonymous Anonymous said...

ealah, ngomongin mati kok malah ceriwis gitu :p
iklannya kemaren belum dapet tanggapan positif toh? :D

12:21 PM  
Anonymous Anonymous said...

kematian itu kepastian yang absolut... kalau berbuat baik, juga merupakan sesuatu yang absolut? moga2 ya :)
doel

7:10 AM  
Blogger nana said...

PAKDHE QYU ada sih tanggapan positif.. Positif menganggap gw gila :P

MASE amiiiiiinnnn.... ;)

10:36 AM  

Post a Comment

<< Home