Sepatu, Tas, dan Kawan-kawannya
Jadi begitulah.. saya pulang ke Indonesia hanya membawa 1 buah koper besar yang ditaro di bagasi tanpa harus membayar kelebihan beratnya (jadi antara 20-25kg beratnya) dan 1 buah koper kabin yang beratnya kurang dari 7 kg. Memang sih ada kardus kecil yang masih tertinggal di Bangkok, tapi itu pun isinya sepre dan buku-buku. Jadi kesimpulannya adalah sayah bener2 kekurangan model cakeps selama 2,5 bulan ini *lebay*
Terobsesi untuk kembali mengisi lemari, sayah pun rajin pergi ke tempat-tempat jualan baju-baju murah misalnya ITC. Beberapa barang basic saya dapet dari toko-toko brand lokal yang surprisingly kok saya suka (dulunya nggak banget ehek :p). Maklum tuntutan perubahan gaya busana di tempat kerja baru membuat saya harus membuka mata dengan opsi tampilan yang agak rapihan dikit.
Urusan baju kelar nih ya. Sekarang perabotan lainnya. Saya memang suka sama sepatu, dan merasa bahwa jumlah pilihan sepatu koleksi saya sekarang ini tidak cukup mendukung variasi tampilan sehari-hari *halah* Dalam 2,5 bulan saya sudah membeli 5 pasang sepatu dan 1 pasang sendal untuk mobilitas sehari-hari. Belinya yang mursida ya nek, inget-inget budget soalnya.
Kita ambil contoh lain soal tas. Pas balik ke Jakarta saya hanya punya satu tas yang layak dibawa ke kantor dan itu warnanya krem muda yang sudah menjadi agak tuaan karena buluk. Selebihnya kagak ada lagi sini punya tas. Akhirnya terpaksalah saya beli satu tas lagi. Kali ini yang modelnya postman bag. Warnanya coklat tua. Tapi bukankah setiap wanita harus memiliki minimal 1 tas klasik untuk dipakai ke mana-mana??? Aduh aduh terpaksa bulan berikutnya sayah beli lagi satu tas basic warna hitam berukuran besar. Syarat semua tas itu adalah memiliki kantong luar untuk tempat uang kecil, karena saya kan pemakai kendaraan umum.
Jadi intinya apa nih?? Bahwa menjadi perempuan (apalagi yang gengges kayak saya) itu rempong?? Ember cyiin... Perlu banyak siasat untuk memastikan bahwa seluruh kebutuhan bisa didanai dengan budget yang ada. Itulah sebabnya pilihan saya untuk selalu mencintai produk lokal betul-betul sangat membantu.
Begini ya, dengan membeli produk lokal maka mata rantai distribusinya bisa dibilang agak diperpendek yang menyebabkan harganya bisa turun. Bayangkan saja dengan kualitas bahan sepatu yang jauh lebih bagus daripada Charles & Keith idola mbak-mabk kantoran itu, saya bisa mendapatkan harga yang lebih murah untuk sepasang UP. Bahkan harga 1 pasang Charles & Keith bisa saya pakai untuk membeli 2 pasang Wondershoe. Sepatu-sepatu fancy dari desaigner muda kita juga bisa 1/3 harga dari merk-merk kelas B yang ada di mall-mall terkemuka di kota anda.
Sepotong kemeja putih basic dari Nina Nikicio atau Kle masih jauh lebih murah daripada harga kemeja yang sama dari merk yang sangat diagungkan trendy edgy dan mahal yang hanya bisa didapatkan di mall-mall prestisius yang padahal di negara aslinya mereka ya sekelas retailer ala Matahari deh kalo di kita mah.
Most of all, bela-beli di designer muda Indonesia bisa dilakukan secara online. Jadi saya nggak perlu lagi ngider di mall setiap 2-3 hari sekali yang mana akan menggembungkan budget transportasi dan makan-makan ina inu. Hemat bukans???
Jadi dukunglah designer-designer Indonesia. By designer maksud saya ya para kreator itu ya. Kalau mampunya kayak saya ya pilihlah designer dan design yang sesuai budget yang ada. Kalau mampu menjangkau Biyan atau Sebastian Gunawan ya pilihlah mereka. Yakin deh kualitas mereka nggak kalah ciamiks dari designer luar yang jual sebuah kancut dengan harga 500rb itu (mungkin, mohon maaf yang satu ini dilandasi semangat heroik tanpa bukti empiris :p)
Mari kita cintai ploduk-ploduk endonesa... Yakinlah lama kelamaan kita akan merasa lebih bangga memakai tas cantiks dengan merk nggak terkenal daripada pake LV seri speedy tapi KW 54 *amin* dan cuekin aja kalo ada yang ngatain kamu merki. Merdeka!! ehek :))
Terobsesi untuk kembali mengisi lemari, sayah pun rajin pergi ke tempat-tempat jualan baju-baju murah misalnya ITC. Beberapa barang basic saya dapet dari toko-toko brand lokal yang surprisingly kok saya suka (dulunya nggak banget ehek :p). Maklum tuntutan perubahan gaya busana di tempat kerja baru membuat saya harus membuka mata dengan opsi tampilan yang agak rapihan dikit.
Urusan baju kelar nih ya. Sekarang perabotan lainnya. Saya memang suka sama sepatu, dan merasa bahwa jumlah pilihan sepatu koleksi saya sekarang ini tidak cukup mendukung variasi tampilan sehari-hari *halah* Dalam 2,5 bulan saya sudah membeli 5 pasang sepatu dan 1 pasang sendal untuk mobilitas sehari-hari. Belinya yang mursida ya nek, inget-inget budget soalnya.
Kita ambil contoh lain soal tas. Pas balik ke Jakarta saya hanya punya satu tas yang layak dibawa ke kantor dan itu warnanya krem muda yang sudah menjadi agak tuaan karena buluk. Selebihnya kagak ada lagi sini punya tas. Akhirnya terpaksalah saya beli satu tas lagi. Kali ini yang modelnya postman bag. Warnanya coklat tua. Tapi bukankah setiap wanita harus memiliki minimal 1 tas klasik untuk dipakai ke mana-mana??? Aduh aduh terpaksa bulan berikutnya sayah beli lagi satu tas basic warna hitam berukuran besar. Syarat semua tas itu adalah memiliki kantong luar untuk tempat uang kecil, karena saya kan pemakai kendaraan umum.
Jadi intinya apa nih?? Bahwa menjadi perempuan (apalagi yang gengges kayak saya) itu rempong?? Ember cyiin... Perlu banyak siasat untuk memastikan bahwa seluruh kebutuhan bisa didanai dengan budget yang ada. Itulah sebabnya pilihan saya untuk selalu mencintai produk lokal betul-betul sangat membantu.
Begini ya, dengan membeli produk lokal maka mata rantai distribusinya bisa dibilang agak diperpendek yang menyebabkan harganya bisa turun. Bayangkan saja dengan kualitas bahan sepatu yang jauh lebih bagus daripada Charles & Keith idola mbak-mabk kantoran itu, saya bisa mendapatkan harga yang lebih murah untuk sepasang UP. Bahkan harga 1 pasang Charles & Keith bisa saya pakai untuk membeli 2 pasang Wondershoe. Sepatu-sepatu fancy dari desaigner muda kita juga bisa 1/3 harga dari merk-merk kelas B yang ada di mall-mall terkemuka di kota anda.
Sepotong kemeja putih basic dari Nina Nikicio atau Kle masih jauh lebih murah daripada harga kemeja yang sama dari merk yang sangat diagungkan trendy edgy dan mahal yang hanya bisa didapatkan di mall-mall prestisius yang padahal di negara aslinya mereka ya sekelas retailer ala Matahari deh kalo di kita mah.
Most of all, bela-beli di designer muda Indonesia bisa dilakukan secara online. Jadi saya nggak perlu lagi ngider di mall setiap 2-3 hari sekali yang mana akan menggembungkan budget transportasi dan makan-makan ina inu. Hemat bukans???
Jadi dukunglah designer-designer Indonesia. By designer maksud saya ya para kreator itu ya. Kalau mampunya kayak saya ya pilihlah designer dan design yang sesuai budget yang ada. Kalau mampu menjangkau Biyan atau Sebastian Gunawan ya pilihlah mereka. Yakin deh kualitas mereka nggak kalah ciamiks dari designer luar yang jual sebuah kancut dengan harga 500rb itu (mungkin, mohon maaf yang satu ini dilandasi semangat heroik tanpa bukti empiris :p)
Mari kita cintai ploduk-ploduk endonesa... Yakinlah lama kelamaan kita akan merasa lebih bangga memakai tas cantiks dengan merk nggak terkenal daripada pake LV seri speedy tapi KW 54 *amin* dan cuekin aja kalo ada yang ngatain kamu merki. Merdeka!! ehek :))
Labels: nanaworld
0 Comments:
Post a Comment
<< Home