RICKY
Me : Kar mana Ricky, kau mau pi sekolah kah sonde? Kalau kau mau, ibu dokter mau atur supaya kau pi sekolah segera.
Him : Mana-mana sa… *senyum malu-malu*
Her : Mana bisa begitu? Kau pilih mana? Pi sekolah kah sonde..
Him : Mau sekolah..
Her : Kau pi bilang ke kau pu bapa dulu e? Dimana kau pu kampung?
Me : Kangen kau sama kau pu bapa, Ricky?
Him : Sonde..
Me : Kau pi pulang sa Ricky, sekolah di kau pu kampung..
Him : Sonde pulang!!! *mata berkaca-kaca*
Anak sekecil itu, 11 tahun, sudah 3 tahun jadi kondektur bus antara kota jurusan Kupang-SoE pp. Dia anak kedua dari 5 bersaudara. Karena kakaknya meninggal waktu bayi, Ricky jadi anak sulung di rumahnya.
Tiga setengah tahun lalu, ibunya meninggal setelah selahirkan anak kelima. Untuk Ricky kecil itu adalah pukulan yang cukup berat. Seorang anak berumur 8 tahun dengan 3 orang adik yang masih kecil-kecil, kehilangan ibunya. Prestasi belajarnya pun menurun drastis.
Nggak lama setelah ibunya meninggal bapaknya kawin lagi. In some reason perkawinan kedua ini membawa pengaruh baik untuk ketiga adik Ricky karena mereka bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik daripada jika dititipin ke saudara atau orphanage. Sayangnya pengaruh yang sama nggak didapetin Ricky.
Mungkin karena dia sekarang adalah anak tertua, dia tidak mendapatkan cukup perhatian dari bapak dan ibu tirinya. Sampai suatu ketika kenaikan kelas, di rapornya tertulis bahwa dia tidak berhasil naik ke kelas 3 SD.
Ricky tidak pernah secara jelas menceritakan apa yang terjadi saat itu. Dari reaksinya setiap kali aku atau Julia menyebutkan atau bertanya tentang bapak, aku curiga bapaknya sempat marah dan memukul Ricky saat itu.
Yang jelas dia kabur, ikut bus jurusan ke SoE. Dia berhenti di Tuapukan, dekat daerah resettlement orang-orang ex-Timtim. Beberapa hari dia kelaparan dan nggak keurus, sampai salah seorang sopir bus accidentally menemukan dia. Si sopir jatuh ibu dan bawa Ricky ke SoE. Sejak saat itu dia menampung Ricky.
Ricky akhirnya ikut bantu-bantu jadi kondektur bus. Pertama hanya di bus yang disopiri Pak Sopir yang nampung dia. Lama-lama boss di perusahan bus itu menganggap Ricky cukup capable dan membolehkan dia ikut secara tidak resmi bekerja di perusahaan busnya. Ricky dibayar secara professional.
Setelah lebih 3 tahun nggak pernah menginjak bangku sekolah, tawaran untuk kembali memegang pensil dan buku tulis adalah sebuah tawaran yang kurang menarik buat dia. Walaupun saat ini dia bilang mau sekolah lagi, belum tentu besok dia masih berfikiran yang sama. Ricky butuh dimotivasi dengan segala cara.
Di sini, anak-anak putus sekolah seperti Ricky ada dimana-mana dengan berbagai macam alasan drop out. Mereka bekerja di perusahaan bus, toko, pasar, jualan air minum, asongan, dan macem-macem lagi. Terlalu rumit untuk mengurai masalahnya satu per satu. Tapi kalau tidak ada yang memulai sebuah langkah kecil, sesederhana apapun sebuah masalah pendidikan dasar akan selalu menjadi momok yang seperti tidak akan pernah bisa dipecahkan.
Him : Mana-mana sa… *senyum malu-malu*
Her : Mana bisa begitu? Kau pilih mana? Pi sekolah kah sonde..
Him : Mau sekolah..
Her : Kau pi bilang ke kau pu bapa dulu e? Dimana kau pu kampung?
Me : Kangen kau sama kau pu bapa, Ricky?
Him : Sonde..
Me : Kau pi pulang sa Ricky, sekolah di kau pu kampung..
Him : Sonde pulang!!! *mata berkaca-kaca*
Anak sekecil itu, 11 tahun, sudah 3 tahun jadi kondektur bus antara kota jurusan Kupang-SoE pp. Dia anak kedua dari 5 bersaudara. Karena kakaknya meninggal waktu bayi, Ricky jadi anak sulung di rumahnya.
Tiga setengah tahun lalu, ibunya meninggal setelah selahirkan anak kelima. Untuk Ricky kecil itu adalah pukulan yang cukup berat. Seorang anak berumur 8 tahun dengan 3 orang adik yang masih kecil-kecil, kehilangan ibunya. Prestasi belajarnya pun menurun drastis.
Nggak lama setelah ibunya meninggal bapaknya kawin lagi. In some reason perkawinan kedua ini membawa pengaruh baik untuk ketiga adik Ricky karena mereka bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik daripada jika dititipin ke saudara atau orphanage. Sayangnya pengaruh yang sama nggak didapetin Ricky.
Mungkin karena dia sekarang adalah anak tertua, dia tidak mendapatkan cukup perhatian dari bapak dan ibu tirinya. Sampai suatu ketika kenaikan kelas, di rapornya tertulis bahwa dia tidak berhasil naik ke kelas 3 SD.
Ricky tidak pernah secara jelas menceritakan apa yang terjadi saat itu. Dari reaksinya setiap kali aku atau Julia menyebutkan atau bertanya tentang bapak, aku curiga bapaknya sempat marah dan memukul Ricky saat itu.
Yang jelas dia kabur, ikut bus jurusan ke SoE. Dia berhenti di Tuapukan, dekat daerah resettlement orang-orang ex-Timtim. Beberapa hari dia kelaparan dan nggak keurus, sampai salah seorang sopir bus accidentally menemukan dia. Si sopir jatuh ibu dan bawa Ricky ke SoE. Sejak saat itu dia menampung Ricky.
Ricky akhirnya ikut bantu-bantu jadi kondektur bus. Pertama hanya di bus yang disopiri Pak Sopir yang nampung dia. Lama-lama boss di perusahan bus itu menganggap Ricky cukup capable dan membolehkan dia ikut secara tidak resmi bekerja di perusahaan busnya. Ricky dibayar secara professional.
Setelah lebih 3 tahun nggak pernah menginjak bangku sekolah, tawaran untuk kembali memegang pensil dan buku tulis adalah sebuah tawaran yang kurang menarik buat dia. Walaupun saat ini dia bilang mau sekolah lagi, belum tentu besok dia masih berfikiran yang sama. Ricky butuh dimotivasi dengan segala cara.
Di sini, anak-anak putus sekolah seperti Ricky ada dimana-mana dengan berbagai macam alasan drop out. Mereka bekerja di perusahaan bus, toko, pasar, jualan air minum, asongan, dan macem-macem lagi. Terlalu rumit untuk mengurai masalahnya satu per satu. Tapi kalau tidak ada yang memulai sebuah langkah kecil, sesederhana apapun sebuah masalah pendidikan dasar akan selalu menjadi momok yang seperti tidak akan pernah bisa dipecahkan.
8 Comments:
aduuh..kalau liat anak kecil udah nyari nafkah gini, perih banget rasanya. ditambah, kayaknya bapaknya nggak nyari ya...duuh.
salaut ama langkah yg diambil ama bu dokter :)
(sigh) Semoga Ricky dan semua anak2 Indonesia yang berjuang demi kelangsungan hidupnya selalu dalam perlindungan dan hidayah-Nya, amin..
Mbak Nana skrg ada dimana si? Ada kata2 aneh di situ.. gak ngerti :D Dan itu igloo nya lucu juga, di Jawa ada gak ya :-/
jeng... km tuh kemana aja siy? hehehe
Hebat yo, udah lancar basa timor euy! (kok gak dikasih subtitle sih di dialog itu? bingung aku) :D
Dan lebih hebat lagi, tiba2 aja jadi 'ibu dokter' :D
Sekolah bukan jaminan untuk sukses di masa depan sebenernya. Sekolah umum sampai tinggi itu kan cuman sarana agar nantinya bisa kerja di sektor formal. Kalo untuk kerja non-formal asal bisa baca, ngitung, ditambah pengalaman kan udah cukup.
Banyak cara untuk belajar mematangkan diri. Tapi ya memang untuk anak sekecil itu, belum waktunya bekerja mencari nafkah...
eh Na... g jadi pengen ninggalin kerjaan g sekarang deh, terbang ke sana dan ngajar. 10 taon lagi mrk bisa di-bodoh2in org kali ya klo gak pinter.
Terkadang saya setuju dengan pendapat teman bahwa anak tidak perlu pintar, tapi beruntung. Tapi bisa membaca, menulis dan berhitung adalah suatu keharusan. Dan bila suatu saat, Ricky dan anak2 lain yg putus sekolah mau kembali, apa ada sekolah yang bisa menerima tanpa batasan umur? semoga ada.
doel
Where did you find it? Interesting read Citi cpu 110 lake dr newark de Minolta color laser printer ink cartridges problems with ozonated water and cpap humidifier humidifier reviews for kenmore 11 gal contemporary cost for zoom for teeth whitening Porsche 911 collectibles masters les online internet service providers spam popup uses of wellbutrin sr construction jobs lancashire supplements La lanterna bdsm Sweaters norway Parts for invacare electric wheel chair 401k losing money Honeywell humidifier humidifier humidifiertips.com turbocharger for 1997 toyota camry 2006 cadillac dts dimensions Driveway bridge vermont
You have an outstanding good and well structured site. I enjoyed browsing through it fat pussy Macafee free popup blocker ice link watches payday loan online popup blocker http://www.toyota-hybrid-minivan.info Land rover cars parts
Post a Comment
<< Home