Terbuai Kata-kata
Gue selalu kagum sama para penulis yang bisa merangkai kata- kata menjadi sebuah ungkapan yang indah, entah itu di dalam sebuah puisi atau dalam sebuah novel. Misalnya Bapak Sapardi Djoko Damono yang menuliskan tentang “Hujan Bulan Juni’ dengan ungkapan seperti ini:
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Atau juga paragraf-paragraf yang ciamik punya Seno Gumira Ajidarma di dalam tulisannya yang dikasih judul “Sepotong Senja Buat Pacarku”. Man…. Dari mana asalnya ide beliau-beliau ini sampai bisa menuliskan bahasa seindah itu? Apakah dari kebanyakan mengkhayal? Atau dari perenungan dan penghalusan batin selama bertahun-tahun? Ataukah itu bermula dari sebuah keisengan belaka?
Dan sayah akan mengakhiri kekaguman sore ini dengan sebuah puisi indah dari Om Sapardi (lagi) yang belum banyak (atau malah belom pernah ya?) dikutip di dalam undangan pernikahan pasangan-pasangan muda yang sedang dimabuk asmara.
Mencintai angin harus menjadi suit
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjadi aku
(Sajak Kecil Tentang Cinta; Sapardi Djoko Damono)
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Atau juga paragraf-paragraf yang ciamik punya Seno Gumira Ajidarma di dalam tulisannya yang dikasih judul “Sepotong Senja Buat Pacarku”. Man…. Dari mana asalnya ide beliau-beliau ini sampai bisa menuliskan bahasa seindah itu? Apakah dari kebanyakan mengkhayal? Atau dari perenungan dan penghalusan batin selama bertahun-tahun? Ataukah itu bermula dari sebuah keisengan belaka?
Dan sayah akan mengakhiri kekaguman sore ini dengan sebuah puisi indah dari Om Sapardi (lagi) yang belum banyak (atau malah belom pernah ya?) dikutip di dalam undangan pernikahan pasangan-pasangan muda yang sedang dimabuk asmara.
Mencintai angin harus menjadi suit
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjadi aku
(Sajak Kecil Tentang Cinta; Sapardi Djoko Damono)
2 Comments:
kalau mencintaiku harus menjadi kamu dunks :p
embeeer, koko..mencintaimu harus menjadi sayah :p
Post a Comment
<< Home