<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d9640075\x26blogName\x3dthis+is+about+ME+and+me\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nanaworld.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nanaworld.blogspot.com/\x26vt\x3d-8684301165100716096', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Friday, October 15, 2010

Defying Gravity

Okay, istilah defying gravity rasanya jadi terkenal setelah dipakai sebagai judul salah satu lagu di drama musical Wicked. Dinyanyikan berdua oleh Glinda si penyihir baik dari utara dan Elphaba yang nantinya akan menjadi wicked witch of the west. Pernah dijadikan tema gay pride parade, lagu ini dikenal sebagai salah satu karya terbaik dari pentas broadway. Menjadi sensasi internasional di luar komunitas pencinta drama musical setelah dinyanyikan oleh Kurt dan Rachel dalam salah satu episode Glee yang bisa anda saksikan di stasiun televisi berbayar kesayangan anda :p

Anyway.. let alone the musical. Pertama yang gw suka adalah liriknya, dan kemudian jatuh cinta dengan judulnya. Defying Gravity, menentang hukum gravitasi arti harfiahnya. Gw setuju sekali dengan pernyataan bahwa Defying Gravity dalam konteks lagu ini adalah lagu kebangsaan para pemimpi.

Gravitasi adalah sebuah hukum yang menyatakan keharusan untuk berpijak. Begitulah aturan bakunya, kita ini memang harus berpijak di tanah. Semua orang bijak dan pandai mengatakan bahwa kita ini ya harus begini. Jangan menentang takdir, semua benda yang dilemparkan ke atas pasti akan jatuh ke bawah.

Kalo dalam hidup sehari-hari sih ya, kita kan sudah punya semua aturan dan penetapan. Jadi begitulah hidup yang harus kita lakukan, seperti yang sudah ditetapkan dan diajarkan kepadamu. Niscaya engkau akan hidup bahagia selamanya.

Menentang gravitasi menurut gw secara harfiah adalah terbang. Menentang gravitasi adalah melayang ke atas dan kemudian melayang ke bawah. Bisa nggak kita melakukan? Bisa banget.. dengan bantuan alat tapi, tuh liat Boeing 777-400 dan si bohay A-380.

Menentang gravitasi adalah pilihan hidup para pemimpi, jalan hidup para pioneer: ikuti kata hatimu, walaupun itu berlawanan dengan aturan yang sudah diberikan. Lakukan saja dan buktikan. Kalo nggak berani mencoba kan nggak akan tahu akan berhasil atau gagal, lu nggak akan ngerti itu berguna atau tidak.

Ayo dong punya mimpi dan wujudkan mimpi itu, bahkan jika mimpi itu sangat tidak lazim untuk tata aturan yang berlaku saat ini. Lakukan..lakukan.. ambil langkah pertama. Tunjukkan siapa lu, jangan pernah puas dengan hanya menjadi bagian dari sekelompok besar domba di padang rumput.

Paulo Coelho dalam The Alchemist bilang bahwa jika kita menginginkan sesuatu dengan sangat dan sepenuh hati, maka niscaya seluruh unsur dalam alam semesta ini akan membantu lu untuk mewujudkannya. Gw bilang, ini tentang keteguhan hati. Determination, my friend. Kebulatan tekad diperlukan untuk mengejar cita-cita mewujudkan mimpi. Dengan kebulatan tekad dan keteguhan hati nggak ada sesuatupun yang bisa menjatuhkan pada saat lu terbang.

Nah apakah gw adalah orang dengan kecenderungan menentang gravitasi? I hope I am because I dream big. Dan bagian dari Wicked yang paling gw suka adalah:

I’m through accepting limits, coz someone says they’re so

Some things I cannot change, but till I try I’ll never know

Too long I’ve been afraid of losing love I guess I’ve lost

Well, if that’s love it comes at much too high at cost

I’d sooner buy defying gravity

Kiss me goodbye I’m defying gravity

And you can’t pull me down…

Dan untuk yang punya keinginan menjadi someone noticeable, mari kita nyanyikan:

And if I’m flying solo at least I’m flying free

To those who’d ground me, take a message back from me

Tell them how I’m defying gravity

I’m flying high defying gravity

And this is an anthem for people who want to pursue their dream, something that anyone of us wants. Yeuuk mari... :)

Thursday, October 14, 2010

Obsesi Terhadap Alat Transportasi

Mari kita singkirkan sejenak kekecewaan dan kemarahan terhadap kinerja Bang Kumis dan aparatnya dalam menangani masalah-masalah transportasi di Jakarta. Kita lihat diri kita dulu deh.

Rasanya seumur-umur gw jarang denger pernyataan dari orang yang gw kenal tentang milestones hidup yang tidak disertai dengan keinginan memiliki mobil. Yak betul mobil, bukan alat transportasi ya tapi mobil. Sangat sedikit banget yang nggak masukin mobil sebagai kunci sukses dalam hidupnya. Ada sih yang nggak secara eksplisit menyatakannya, tapi ya itu deh begitu ada uang apa lagi yangdibeli..ya mobil. Kadang-kadang bukan rumah duluan loh, tapi mobil.

Gw heran kenapa orang, hidup di Jakarta, sampai segitu terobsesinya dengan mobil. Menunjang mobilitas katanya sih.. Jadi gini setelah lulus kuliah, kerja di kantor, dapet gaji besar, kawin, punya rumah sendiri, mungkin punya anak dulu, terus beli mobil, terus udah deh gedein anak. Kalo istrinya kerja juga mungkin akan ada pembelian mobil yang kedua.

Well.. kalo ngomongin tentang tingkat keamanan di jalanan, polusi, kepadatan lalu lintas, dan ketidakbecusan pemerintah, gw gak tau sebenernya hal apa yang menjadi pemicu pertama permasalahan transportasi di Jakarta. Maklumlah gw nggak pernah belajar tentang ilmu transportasi :p
Tapi gini ya, dulu jalanan lapang, kemudian ekonomi meningkat, dan orang2 mulai membeli alat transportasi pribadi. Nah kegiatan ekonomi yang meningkat di Jakarta itu menarik minat orang2 untuk dateng kan, jadilah greater metropolitan Jakarta itu tercipta karena Jakartanya sendiri nggak mampu menampung orang2 yang bekerja di dalamnya. Nah lagi nih, orang2 yang tinggal dengan jarak agak jauh iut kan butuh transportasi untuk sampai ke tempat bekerjanya ya. Jadilah jumlah kendaraan umum menjadi meningkat pulak. Amprokan deh tuh kendaraan pribadi dan umum di jalanan Jakarta yang jumlahnya terbatas dan sistemnya acakadul. Mari kita tambahkan kedudulan pemerintah untuk mengatur sistem transportasi umum, lengkap sudah semua chaos di Jakarta.

Menurut gw fakta terakhir tentang kedudulan pemerintah itulah yang kemudian menjadi justifikasi orang untuk mengutamakan memiliki kendaraan pribadi, let it be mobil or motor. Catet ya: menjadi justifikasi, pembenar dan bukan penyebab! Saking lamanya kedudulan itu tidak ditangani, sampai pengutamaan punya mobil itu sudah menjadi obsesi punya mobil kalo menurut gw sih ya. I am witnessing one family with 5 cars: 1 for papa, 1 for mama, 1 each for 2 kids, 1 for eeerrr...reserve. Dan juga seperti yang gw bilang di atas, kayaknya semua temen gw kayak harus banget gitu untuk punya mobil sendiri atas nama mobilitas (pret deh!) atau keamanan (hayuuuk deh!). Maap maap kate ye, secara general menurut gw sih demi lambang status ajah.

Pengecualian adalah untuk keluarga yang punya anak kecil. Menurut gw sangat masuk akal kalo mama-papa pengen banget punya mobil sendiri. Supaya anak-anak terjamin keamanan dalam perjalanannya.

Coba kita liat deh tuh di jam pulang kantor di Jakarta, apa sih yang bikin macet? Mobil pribadi dan sekarang ditambah motor blangsak. So people, sambil kita mengutuk Bang Kumis yang belum juga menunjukkan keahliannya itu, yuk kita mengurangi obsesi membeli mobil pribadi. Pemerintah memang masih gagal ngeberesin sistemnya ya, tapi gw rasa mreka juga gak akan pernah berhasil kalo gak pernah ada gerakan dari masing-masing individu untuk bersikap realistis. Soalnya pemerintah susah mau bikin larangan kepemilikan mobil, terlalu banyak keruwetannya.

Bukan berarti jangan pernah punya mobil pribadi ya, cuma ngajak realistis gitu. Untuk para lajang di Jakarta dan bukan eksekutif, kayaknya nggak perlu deh pake mobil pribadi di hari kerja. Keluarga muda dengan anak kecil, sebisa mungkin adalah alat transportasi pribadi ya. Kalo bisa mobil gitu untuk keamanan dan kenyamanan anaknya. Pasangan muda tanpa anak, pikir2 dulu untuk punya mobil. Kalopun terpaksa harus ada demi "mobilitas bersama" cukup satu mobil aja ya.

Dan untuk yang lain-lainnya yang sudah terlanjur punya mobil pribadi, kalo hanya satu dalam satu rumah tangga sih masih oke. Punya dua dan dipake aktif semuanya well... dalam beberapa kasus masih bisa dibenarkan. Punya 3 dan dipake aktif semuanya, oh Tuhan ada 2 pilihan: antara anda orang yang sangat egois sekali atau anda super bodoh. Untuk yang punya lebih dari 3 dalam satu rumah tangga dan semuanya dipake aktif, tak ada kata lain yang bisa gw berikan kecuali: pindah tinggal aja sana keluar Jakarta. Kalo nggak mau pindah juga berarti gw harus bilang: may you are all rotten in hell.

Sekian dan terima kasih
*ditulis sambil nunggu jam macet berakhir*

Tuesday, October 12, 2010

Mencari Jalan Yang Benar

Bah!! Sudah seumur gini masih aja mencari-cari jalan hidup. Yang bener ajeee...

Perjalanan hidup, membuat kita berkesempatan untuk mengalami kesuksesan dan kegagalan. Masa-masa senang dan sedih, saat melakukan woman on top atau misionary, dan sebagainya dan seterusnya. Anyway..dalam perjalanan hidup itu, pernah gak lu merasa kayak sudah memilih jalan hidup yang salah?

Gw sih sering ya. Misalnya gini scene-nya: gw lagi banyak kerjaan dan kurang waktu bersosialisasi. Dan mendadak dangdut suatu malam gw ngeliat foto temen2 gw sedang bersama anak-anak mereka. Dan gw pun mengumpat dalam hati: damn if i were brave enough to make decision, I would have been one of them. I would have kids impatiently waiting for me at home. Dan seterusnya. And then I will feel lonely and miserable with my single life.

Scene lain: baru masuk ke kamar kos, tiba-tiba aja mikir: seandainya lulus kuliah dulu gw teguh berpendirian untuk memaksakan diri kerja untuk profit company, i would have my own house. And I would drive my very own car.

Aneh ya? Biarin aja, memangnya nggak boleh kadang-kadang kita berfikir dan merasa yang sedikit keluar dari track? :p

Karena semua pemikiran itu selalu kemudian membimbing gw untuk kembali mengkaji semua yang sudah gw putusin, dan tentang semua konsekuensi keputusan yang sudah gw jalani. And I feel greatful for my life, my way of life, things that I believe in life.

Jadi gw nggak pengen hal lain dong? Oh salah besaaar... kalo gw udah puas sama keadaan sekarang berarti gw sudah memilih untuk mati hahahaha... Namanya juga manusia ya bok, siapa sih yang nggak mau semuanya serba lengkap dan sempurna. Kata orang, itu manusiawi *cari pembenaran* :p

Saturday, October 02, 2010

Mengenang Nana

Nana, Tanti Johana, hari ini berulang tahun.

Beberapa tahun lalu, kami saling menemukan satu sama lain di dunia maya. Oh sebetulnya bersamaan dengan satu Nana yang lain: Nana Nias. Mungkin karena bernama panggilan sama, gw suka sekali menyapa ibu satu ini, mengikuti perkembangan tulisan a.k.a kehidupannya begitulah :p

Gw ikut bahagia dengan pernikahannya dengan Lukas, deg-degan waktu hari wisudanya di Atma, dan meloncat gembira untuk kelahiran putri kecilnya, Pricess Suesskin. Apa artinya nama itu Na? Gw udah lupa lagi *nunduk malu*

Nana sangat aktif menulis, nggak hanya tentang hal-hal remeh temeh kayak gw tapi juga tentang kecintaannya pada dunia arsitektur. Dia adalah salah satu pendiri sebuah komunitas para pecinta arsitektur indies. Apa artinya itu, silahkan tanya kepada komunitasnya langsung ya... *malu lagi* Pada periode gw mulai kecentilan sok sibuk dan males nulis, Nana masih tetap berkibar dengan semangatnya. Topik tulisannya pun semakin luas, tentang masak memasak dan putri kecilnya yang lucu. Facebook kemudian menjadi salah satu sarana hai-hai bersama. Simple ya media yang satu ini, cukup nulis beberapa kalimat aja dan kelar semua keribetan :p

Tahun lalu, bulan Juli, Neng Golda mengirimkan pesan tentang kepergian Nana. Bukan ke Jerman mengenang masa-masa kuliahnya dulu, bukan berburu foto seperti hobinya, bukan menengok gedung-gedung itu, bukan pula ke Singapur untuk cek kesehatan. Sekali ini ke tempat yang kata orang lebih dekat dengan Tuhan. Selamanya. For good.

Kalau menengok tulisan Nana di sepanjang tahun 2009 itu sampai menjelang kepergiannya, tidak sedikitpun dia kehilangan semangatnya. Penyakit itu memang menyakitkan ya jeng, tapi lu menceritakannya dengan ringan.. mengalir begitu saja. Ngungkit-ngungkit ketidakadilan karena penyakit itu potensial merenggut kebahagian kepada keluarga kecilnya, sama sekali jauh dari pernyataan Nana.

Kami sempat punya rencana menterjemahkan buku memoir dalam bahasa Jerman ke bahasa Inggris dan Indonesia. Sekarang project ini harus dihentikan, gw nggak ada semangat sama sekali untuk memulai kembali. Buku itu buat lu, Na :)

Gw nggak sempat mengucapkan 'sampai ketemu lagi' sama Nana secara langsung. Maaf ya Na, waktu itu gw sedang di luar Jakarta. Doa bersama untuk peringatan satu tahun kepergian lu juga gw gak bisa dateng. Nggak sanggup Na, rumah lu jauh beuneur hehehe... Instead, gw ngumpul sama keluarga dan minta mereka untuk berdoa seperti cara lu berdoa (yang gw nggak ngerti caranya itu..).

Hari ini adalah hari lahir Nana. Apakah ulang tahun nggak perlu diperingati karena yang bersangkutan sudah nggak ada? Entahlah... Gw masih inget hari ulang tahun almarhum bokap dan masih menganggap itu istimewa jadi screw with rules, hari ini tetap hari ulang tahun lu yang perlu diperingati.

Selamat ulang tahun ya Na, sampai ketemu lagi. Lu pergi dengan kedamaian, hati yang tenang dan dekat sama Tuhan. Gw yakin lu bahagia di sana :))